Sabtu, 10 Desember 2011

perspektif gender dalam pembangunan


1.  Gender dan pembangunan

Persoalan perempuan  dan pembanguna mulai dapat perhatian setelah terjadinya pergeseran paradigma pembanguna global dari production-centered menuju ke people-centered development. Perubahan ini telah dimulai sejak konferensi  Dunia I tentang wanita yang dilaksanakan pada tahun 1975 di Mexico city atas prakarsa PBB. Konferensi ini merupakan  langkah awal komisi internasional mengenai hak-hak perempuan dalam oembangunan. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa  program-program pembangunan yang dilaksanakan tidak banyak membawa kemajuan bagi perbaikan hidup perempuan.
Konferensi telah menghasilkan World Plan Of Action  yang disetujui selama 30 tahun, berisi rekomendasi  kepada pemerintah masing-masing  untuk diberikan kesempatan pendidikan yang lebih luas bagi perempuan, kesempatan kerja yang lebih baik, kesetaraan dan dalam partisipasi politik dan sosial, dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi perempuan, serta rekomendasi untuk membentuk mekanisme  nasional untuk kemajuan perempuan.
Setelah lima tahun sekali rencana aksi dievaluasi untuk  mengetahui perkembangan , hambatan dan berbagai kemungkinan perbaikan rekomendasi.
Masih banyak orang yang belum paham tentang gender, dan bahkan  keliru memahaminya. Kekeliruan pemahaman tentang gender dapat menyebabkan orang merasa tidak perlu memperjuangkannya, dan bahkan anti terhadapnya. Hal ini akan berdampak  signifikan bila terjadi pada para pengambil kebijakan pembangunan dan tokoh-tokoh sentral dalam pengambilan keputusan di berbagai aspek kehidupan.
Sejauh ini sudah cukup banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui pembangunan untuk  meningkatkan kesejahteraan perempuan. Model pembangunan Negara-begara berkembang demikian juga Indonesia yang paling dominan adalah  malibatkan perempuan dalam pembangunan ( WID) . Upaya tersebut dapat dilihat  dalam program kegiatan  yang dilakukan seperti memfasilitasi  perempuan dalam  organisasi perempuan seperti PKK, Dharmawanita, bantuan modal usaha, tenaga kerja, dll.
Beberapa penelitian menunjukkan dengan melibatkan perempuan dalam pembangunan, tidak dengan serta akan membawa pada perbaikan kualitas hidup perempuan. Apalagi jika dasarnya adalah dalam rangka mensukseskan pembangunan atau efisiensi pembangunan. Dalam pembangunan yang demikian  justru membawa dampak negative bagi perempuan, karena mempertajam ketimpangan  gender yang mengakibatkan perempuan tersurbonisasi dan juga tidak jarang mengalami tindak kekerasan dalam berbagai bentuk seperti kekerasan fisik, ekonomi, psikoligis dan seksual.
Agar suatu kebijakan atau proyek pembangunan  benar-benar bermanfaat bagi kemajuan perempuan, maka kekhususan pengalaman perempuan sesuai latar budaya dimana ia berada perlu menjadi perhatian. Disamping itu, juda perlu diingat bahwa perempuan itu sendiri juga sangat heterogen.

2. Pengarusutamaan Gender ( PUG ) dalam pembangunan

                Dalam merealisasikan Gender and Development ( GAD) inilah kemudian  dikembangkan strategi pengarusutamaan Gender (PUG). PUG merupakan strategi untuk menjamin bahwa seluruh proses perencanaan, pelaksanaan dan monitoring  dan evaluasi dari seluruh kebijakan  program dan proyek di seluruh  sector pembangunan  telah memperhitungkan dimensi gender yaitu malihat laki-laki dan perempuan  sebagai pelaku. Strategi PUG  berupaya  menjawab adanya  ketidakadilan gender dengan mengintegrasikan kerangka analisis gender, yaitu kerangka konseptual yang dilandasi kesadaran adanya kemungkinan perbedaan kapasitas, potensi, aspirasi, kepentingan dan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap tahap proses pembangunan di berbagai sector maupun lintas sector.
Pada prinsipnya PUG merupakan strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program  yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam  perencanaan , pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Pemerintah telah menetapkan strategi khusus yang disebut  Pengarusutamaan Gender ( PUG)  yang diatur dalam intstruksi presiden nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. Secara khusus tujuan PUG sesuai inpres nomor  9 tahun 2000 adalah :
“ Terselenggaranya  perencanaan, penyususunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan  kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
 Kebijakan PUG memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintah daerah untuk membuka dimensi  gender dalam proses  pembangunan daerahnya. Dengan kata lain, strategi PUG adalah alat untuk  meningkatkan kualitas hidup perempuan agar mereka dapat menjadi warga Negara yang berperan secara utuh dalam setiap proses pembangunan.

3. Dasar hukum PUG

Komitmen pemerintah Indonesia untuk melaksanakan PUG di berbagai sector sebenarnya sudah relative diwujudkan oleh perangkat hukum yang tersedia. Berbagai dasar hukum  bagi pelaksanaan PUG sudah tersedia sebagaimana yang tercantum dibawah ini :
  1. Pasal 27 UUD 1945, yang mengamanahkan bahwa setiap warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan
  2. Bab IV, bagian F ayat 3, TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN. Dalam GBHN bagian F ayat 3 poin a, dinyatakan  bahwa diamanahkan untuk meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan  nasional yang diemban oleh lembaga yang mapu memperjuangkan  terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.
  3. UU No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional ( PROPENAS) . Dalam PROPENAS dengan tegas dinyatakan   bahwa dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender perlu dikembangkan kebijakan nasional yang responsive gender.
  4. UU nomor 39 tahun 2002 tentang REPELITA
  5. UU nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional
  6. Inpres nomor 9 tahun 2000
  7. Surat edaran Mendagri dan otoda  nomor 050/1232/SJ/2001 tentang pelaksanaan PUG
  8. Surat Meneg Pemberdayaan perempuan Nomor  B-55/Men.PP/Dep.II/VI/2002 tentang panduan pelaksanaan inpres nomor 9 tahun 2000 kepada  pimpinan sector, gubernur, Bupati/wali kota

4. Hambatan dalam pelaksanaan PUG

Mastuti dan Rinusu mengemukakan beberapa hambatan PUG sbb :
  1. Hambatan budaya
  2. Lemahnya sosialisasi
  3. Hambatan kelembagaan
  4. Belum adanya visi diantara eksekutif dan legislative
  5. Kebijakan anggaran yang buta gender

1 komentar: