Kamis, 01 November 2012

arus yang bening itu...




Lelah, lebih dari tujuh tahun aku seperti anak panah yang tak tahu harus mluncur ke arah mana. Kompas ku sudah tak befungsi lagi sepertinya. Pepohonanpun enggan bergerak hingga tiada angin yang sekurang-kurangnya bisa menerbangkan anganku untuk berkumpul lagi dengan orang-orang  yang ku cintai... sesekali aliran air itu melambaikan tangannya, mengajakku untuk bergabung dengan mereka.. tapi tidak.. aku tidak akan mau. Bahkan untuk tersenyum membalas keramahannya saja aku tak sudi.
Arus itu,bening, dia sangat menipu. Dan aku tak mau lagi terjebak pada bening airnya. Bening, tapi menghanyutkan. Menghanyutkan keluargaku hingga sampai ke lubuk yang tak kami kenali. Sialnya lagi, arus itu mengantarkan kami pada empat lubuk yang berbeda.
ibu, aku kedinginan, peluk aku  ,,,,,,,, Ayah, aku tak bisa berenang, tolong aku,,,,, kakak, aku kesepian,, temani aku......
Ibu dimana???
Ayah dimana???
Kakak dimana???
Takkah kalian mendengar jeritan ini? .... jemput aku...... Terlalu banyak goresan ranting basah yang melukai tubuhku. aku jua tak tahu, bersihkah air ini?? ...
hari sudah semakin senja ibu.... langit sudah semakin gelap ayah.... angin sudah semakin kencang kakak..
Jemput aku.......
aku tak mau tenggelam di tempat ini sendiri ............


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                

Selasa, 03 Januari 2012

bersyukur dan ikhlas


            Lama sekali aku tak menulis. Lebih dari satu minggu. Banyak cerita yang ingin ku sampaikan disini. Di tempat curhat ku yang tidak pernah bosan dengan ceritaku. Apapun itu.
Aku masih ingat, malam itu di ketinggian kota Padang, aku bersama sahabat-sahabat ku, para kader HmI dari komisariat-komisariat se-UNP, bersorak riang sambil bertepuk gembira. Ketika hujan datang, berhamburan masuk ke tenda. Dan sesaat kemudian hujan reda. Berlarian lagi keluar tenda . Memetik gitar dengan asal karena memang aku gak bisa main gitar. Memanjat batu yang sangat besar dan menimati pemandangan kota Padang dari timur ke barat.
Selepas kehangatan itu, keesokan malamnya aku mengikuti musyawarah besar Badan pengelola latihan himpunan mahasiswa islam (MUBES BPL HmI) cabang Padang di wisma tercinta, Jl. Hang Tuah 158. Tiga malam berturut-turut. Belajar dan berproses bersama orang-orang “hebat” (menurutku) .
Seusai  mubes, terasa sangat sakit tangan ini. Tapi kepada siapa aku akan cerita. Pagi itu yang kebetulan aku sudah janji menemani ibu periksa ke dokter akan penyakitnya, ya sudah sekalian periksa tanganku.
Tapi gak tahunya, dokter  bilang tanganku harus di operasi. Mau gak mau. Aku harus dirawat di rumah sakit untuk beberapa hari.
Sakit, haru, sedih, cemas, juga bahagia. Semuanya bercampur jadi satu. Sakit, itu pasti. Aku yang sangat takut dengan jarum suntik, harus pasrah ketika benda angker itu menusuk dagingku minimal dua kali sehari. Teriak kesakitanku pun seolah tak didengar oleh perawat itu. Belum lagi ketika darahku mengalir di selang infus nya.. gak sakit sich,tapi ngeri ngliatnya.. iiiiiiii…………………. Banyak ketakutan yang menghantuiku…
Tapi aku bangga. Aku punya saudara yang sangat peduli denganku. Teman-temanku para kader hijau hitam silih berganti membezukku. Sejak hari pertama hingga aku pulang. Baik siang maupun malam. Bahkan diantara mereka ada yang tidur di rumah sakit untuk menjagaku. Merawatku lebih dari perawat sungguhan. Haru, bangga, bahagia mampu menghilangkan rasa sakit ini. Yach, aku menemukan keluarga baru disini. Ada dikala senang maupun susah. Tau tanpa dikasih tau. Hadir tanpa diminta. Itulah mereka.
Sore itu aku diizinkan pulang oleh dokter. Sedikit lega. Setidaknya gak ada lagi orang-orang bersimbah darah , meraung kesakitan dan sebagainya di rumahku. Lagipula aku rindu dengan kamarku. Dengan boneka ku. Dengan kucing-kucingku.
Tapi ternyata aku tidak bisa menikmati semua keindahan yang ada di rumah. Tangan kananku masih belum bisa difungsikan. Yach, semua serba kiri.  Mandi , menulis , dan lain-lain. Benar adanya, nikmat sehat itu terasa disaat sakit. Tak sabar aku ingin menari seperti dulu lagi. Setidaknya jemari ini saja yang menari di atas laptop. Canggung yang teramat sangat. Apa yang ku lakukan jadi serba lambat. Sangat lambat malahan.  Belum lagi aku yang harus selalu berhati-hati agar tangan kanan  ku tak terbentur dengan benda apapun. Juga masalah makan yang terlalu ribet. Gak boleh makan ini itu. Dan yang pasti aku gak bisa pergi liburan seperti teman-teman yang lain. Saatnya aku menguji kesabaranku sendiri. Berhenti mengeluh. Dan menikmati kehidupanku yang baru yang sementara tentunya (semoga).
Banyak pelajaran yang ku petik dari cerita ini. Tentang hari esok yang tiada satupun tau apa yang akan terjadi. Selalu bersyukur, Betapa besarnya nikmat sehat itu. Arti persaudaraan. Tetap kuatkan hati dalam keadaan bagaimanapun, dan banyak lainnya,,,
Bersyukur, ikhlas, yakin usaha sampai . Allah bersama kita semua.
Aku pasti bisa melalui ini semua. Aamiin….