Senin, 12 Desember 2011

ada apa di ruang pengelola??




Tiga bulan setelah mengikuti intermediate training Himpunan mahasiswa Islam atau biasa disebut dengan LK 2 HmI, saya masih belum juga tergabung di kepengelolaan basic training (LK 1). Alasannya pun tidak begitu jelas (aneh). Hingga pada tanggal 10 juni 2011, sayapun memutuskan untuk memulai langkah baru di HmI tersebut. Motivasi eksternal sangat mempengaruhi sehingga saya memilih keputusan ini.
Turun perdana sebagai instruktur di LK1 komisariat sastra UNAND, memberikan banyak perubahan dalam diri saya. Satu-satunya instruktur perdana benar-benar membuat saya jadi sangat tidak percaya diri. Materi pertama yaitu konstitusi 1, hingga akhirnya materi ini menjadi materi favorit saya dan saya sudah membuat tekad untuk selalu turun di materi ini disetiap pentrainingan nantinya. Dan untuk memenuhi syarat sebagai instruktur penuh yang minimalnya sudah turun di lima materi wajib (Sejarah, konstitusi, mission, KMO, dan NDP), saya harus turun di dua atau tiga materi sekaligus di hari pertama LK1 berlangsung.
Melihat  instruktur lainnya disetiap rapat , coaching dan turun dalam ruangan, mengajarkan saya bagaimana menjadi istruktur yang sesungguhnya. Ditambah lagi kebijakan tim master yang melatih saya menjadi individu yang lebih baik lagi, disiplin waktu misalnya. Memang luar biasa perubahan yang saya rasakan. Mungkin juga karena tim pengelola di LK1 yang pertama kali saya tergabung di dalamnya itu adalah orang-orang yang “hebat”. Bisa menjadi contoh yang baik bagi saya yang masih pemula.
Pengalaman pertama di kepengelolaan LK1 HmI, membuat saya “kecanduan” untuk ikut mengelola di Lk1 berikutnya. Hidup yang disiplin yang sebelumnya merupakan hal terberat dan bahkan mungkin saya belum pernah melakukannya, saya alami dikepengelolaan LK1 tersebut, disamping mengajarkan saya untuk selalu berfikir dengan memperhatikan berbagai sudut pandang. Melatih dan mengasah kemampuan public speaking, teknis rapat, dan sebagainya. Disana saya juga menemukan sebuah keluarga yang baru. Keluarga yang seperjuangan. Adanya kultum,tadarus, bedah  buku, belajar tanpa kenal waktu, dan saling mengevaluasi satu sama lain tanpa ada yang merasa tersinggung. Mungkin ini yang membuat saya merasa betah menjadi pengelola pada LK1 HmI. Gak ada yang namanya waktu yang terbuang dengan sia-sia. Semua benar-benar bermanfaat bagi diri saya khususnya.
Tiga bulan kemudian tepatnya September 2011, saya turun lagi jadi instruktur. Yaitu pada LK1 komisariat teknik-sastra UNP. Yang kebetulan ketua umum komisariatnya adalah saudara saya pada waktu saya mengikuti LK1 satu tahun yang lalu. Dan ternyata yang saya rasakan, pengelolaan LK1 kali ini cukup berbeda dari yang pertama yang saya ikuti. Tak kalah baik tentunya. Hal ini membuat saya jadi penasaran. Rasa penasaran ini memaksa saya untuk tergabung lagi di kepengelolaan berikutnya. Yaitu pada LK1 komisariat STKIP PGRI SUMBAR.  Dan ternyata benar. Selalu ada variasi ditiap kali pengelolaan LK1. Serta dinamika yang ada pun memberikan banyak pelajaran bagi saya.
Dan yang terakhir kali saya ikuti yaitu di pengelolaan LK1 komisariat kedokteran dan ekonomi UNAND. Kali ini memberi nuansa yang berbeda pula. Masing-masing instruktur ternyata mempunyai hobby tersendiri yang membuat saya tertarik untuk melakukan apa yang selalu mereka lakukan itu. Semuanya bermanfaat. Apalagi bila bergabung dengan orang-orang yang luar biasa. Awalnya sich minder. Tapi lama kelamaan mereka menjadi motivasi tersendiri bagi saya untuk juga bisa seperti mereka. Yach, saya akan buktikan, kelak saya akan bisa seperti mereka. Atau bahkan lebih dari mereka (InsyaAllah)..

LK2 Komitmen!! (season 1); "perjalanan menuju cilosari 17"


Sabtu, 18 Februari 2011 saya bersama dua rekan saya yang inisial namanya adalah NM dan PNA mulai berangkat menuju sebuah kota yang paling sumpek dan sedikit lebih maju dibanding kota-kota lainnya di tanah air ini. Kota yang “serba ada” ini dinamakan dengan Jakarta.  Tujuan keberangkatan kami ke kota yang katanya berstatus sebagai kota metropolitan yang sedang dirancang menuju kota megapolitan tersebut tidak lain adalah untuk mengikuti intermediate training Himpunan mahasiswa Islam ( LK 2 HmI).  Secara konsep, tujuan LK 2 adalah   agar para kader memiliki kesadaran intelektual yang kritis, dinamis, progresif,  dan inovatif dalam memperjuangkan misi HmI serta memiliki kemampuan manajerial dalam berorganisasi . Dan alasan kenapa saya memilih pada waktu dan tempat tersebut, cukup saya dan beberapa orang saja yang tahu.
Malam sebelum keberangkatan, tak sedetikpun mata ini terpejam. Persiapan sangat tidak matang. Baik berupa persyaratan untuk mengikuti kegiatan tersebut, maupun perlengkapan pribadi yang semuanya masih tersusun rapi di dalam lemari. Dan jelas ini semua adalah karena kelalaian saya juga.
Tiket pesawat sudah dipesan untuk keberangkatan pukul 08.30 wib. Kesepakatan awal, kami berkumpul jam enam di kampus merah kesayangan. Tapi nyatanya, terlalu banyak alasan yang menyebabkan kesepakatan itu tidak berjalan semestinya. Akhirnya kami berangkat dari kampus sekitar pukul 07.30 wib, itupun hanya berdua, saya dengan PNA. Ada apa dengan NM? Kenapa sudah menyengat sinar mentari, beliau tidak juga muncul? Dan karena mengingat waktu juga kamipun berangkat menuju Bandara Internasional Minangkabau (BIM) tanpa harus menunggu NM tiba di kampus dulu. Cukup dengan menunggu di persimpangan dekat rumahnya, karena kebetulan jalan menuju bandara melewati rumah NM.
Nyaris telat. Tepat pada pukul 08.00 kami tiba di bandara. Segera kami lakukan boarding pass. Dan menunggu keberangkatan menuju kota yang menurut kami “wah” tersebut.
Di pesawat yang kebetulan penumpangnya tidak penuh, kami berpencar untuk tempat duduk. Setelah lepas landas, kami mulai berkelana mencari tempat yang menurut kami nyaman untuk menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam tersebut. Ketika menoleh kepada kedua rekanku, tampak jelas mereka mengeluh dengan mulut yang komat kamit mengatakan “gak asik ah naik pesawat. Bising. Bikin ngantuk,dsb.” Saya pun tersenyum simpul menanggapi komentar itu.
Sesampai di bandara internasional Soekarno-Hatta, dengan sangat percaya diri kami melangkahkan kaki sambil menarik travel bag menuju jalan keluar. Sok tahu atau mungkin tidak mau bertanya, mengantarkan kami ke bengkel pesawat. Dalam kata lain “nyasar” di bandara. Malu-maluin?? Gak segitunya juga kok, karena kami penumpang pertama turun, yang mana perjalanan kami diikuti oleh penumpang lainnya. Dengan kata lain, hampir semua penumpang juga nyasar. Yang katanya mau keluar, gak taunya sampai di bengkel pesawat juga. Jadi, yang mau disalahin siapa? Siapa suruh ngikutin???
Putar-putar bandara, akhirnya kami keluar juga. Sesampai di luar, saya segera meminta kepada rekan saya NM untuk mengeluarkan proposal kegiatan LK2 tersebut guna melihat kemana tujuan kami berikutnya. Tapi ternyata NM mengatakan bahwa proposal tersebut tertinggal di Padang. Akhirnya NM pun menelepon rekan kami yang di Padang, yang memegang proposal tersebut. Informasi yang didapat bahwa LK2 berlangsung di Graha Insan Cita (GIC) Depok.
Tanpa buang-buang waktu, segera kami berjalan menuju Depok. Setiba di persimpangan yang saya tidak tahu entah simpang apa namanya, yang jelas sudah memasuki Depok, panitia segera kami hubungi. Ia mengatakan bahwa kami harus mengikuti screening dulu di Cilosari, dekat STIE Tri Dharma widya. Yang menghubungi panitia masih rekan saya NM. Entah karena kebisingan lalu lintas menyebabkan informasi tersebut tidak begitu jelas kami terima. Awalnya kami mengira panitia mengatakan bahwasanya kegiatan itu dilaksanakan di dekat Universita Guna Dharma. Ya sudah. Kami langsung tanyakan kepada beberapa pedagang yang keberadaannya tidak jauh dari kami, tentang bagaimana caranya menuju Universitas GunaDharma?????
Cukup dengan jalan kaki beberapa menit saja, kami sampai di kampus yang dimaksud. Kembali kami menghubungi panitia. Dan ternyata panitia mengatakan bukan di sana tempatnya. Tapi di dekat kampus yang ada di Cilosari, Cikini. panitia menyarankan agar kami naik kereta saja dari stasiun UI. Perjalanan dilanjutkan. Stasiun UI menjadi tujuan pertama. Sesampai di stasiun kami memesan 3 tiket menuju cikini.
Lama sekali menunggu. Kereta tak juga datang. Hingga akhirnya, sekitar 45 menit kemudian,  sebuah kereta akhirnya lewat. Saya perhatikan kereta tersebut secara keseluruhan. Mewah sekali kereta ini. Tanpa pikir panjang, kami pun masuk ke dalam gerbong kereta tersebut. Saya terus saja berfikir. Kenapa kereta yang segini mewah harga tiketnya Cuma Rp.1.500,-/orangnya ? Tapi ah, gak peduli. Yang penting nyaman. Tak lama kemudian tiga orang berpakaian rapi menghampiri kami dan meminta agar kami menunjukkan tiket . Dan ternyata…………….
Kami salah naik kereta.Hahahaaa. Sangat memalukan. Ditonton oleh banyak penumpang, Bapak yang berpakaian rapi tadi meminta agar kami segera membayar denda atau turun di stasiun berikutnya. Mulut saya dan rekan saya PNA seolah terkunci. Tapi tidak pada NM. NM dengan jurus wajah tanpa dosa (watados) nya berhasil meluluhkan hati bapak tadi yang tentunya menyelamatkan kami.Denda yang kami bayar turun drastis. Cukup 25 % dari denda yang seharusnya. Dan perjalanan dengan kereta yang mewah bisa dilanjutkan hingga sampai di tujuan.
Sangat bersyukur kami turun di stasiun yang tepat. Yaitu stasiun Cikini. Tapi apa yang terjadi?? Yang kami ingat tujuan kami adalah ke singosari, bukan cilosari. Bertanya kepada orang-orang dimana singosari itu, mereka menunjukkan agar kami naik metromini……(saya lupa)… dan oplet ….. (juga lupa saya) . Mengantarkan kami ke suatu tempat “antah barantah”. Cukup lelah. Perjalanan ini seperti tak berujung. Tak jelas hitam dan putihnya. Dan yang pasti, kami tak mau lagi menghubungi panitia. 
Hari semakin senja. Tempat yang dimaksud tak jua ditemukan.  Begitu luas Jakarta. Dan dengan semangat yang mulai memudar, perjalanan tetap kami lanjutkan. Dengan tampang keruh, penuh keringat, dan langkah yang semakin pelan,kami  harus menarik travel bag di trotoar ibukota.
Dalam kelelahan, kami bertemu dengan polisi yang sedang sibuk mengatur lalu lintas. Kamipun memberanikan diri untuk bertanya kepada polisi tentang alamat yang di tuju. Beliau menunjukkan agar kami menaiki kendaraan A, dan berhenti sekitar dua kali “lampu merah” lagi.  Dan dengan tegas, kami sepakat untuk tidak naik kendaraan apa-apa lagi. Kami memutuskan untuk menempuh perjalanan itu dengan jalan kaki saja. Tak mau nyasar untuk yang kesekian kalinya, adalah alasan yang sangat kuat atas pilihan ini.
Langkah demi langkah kami lalui. Tak peduli orang menilai apa tentang kami. Bertanya di setiap persimpangan jalan, dan menertawakan diri sendiri. Hingga Tepat ketika adzan magrib berkumandang, kibaran bendera hijau hitam kami temukan di sebuah gedung yang beralamat di Cilosari tersebut. Akhirnya sampai juga .Ya, kami memang salah menangkap informasi sebelumnya. Kami kira di singosari dekat universitas guna dharma. Tapi gak tahunya di Cilosari dekat STIE Tri dharma. Dan yang paling menyebalkan, ternyata gedung yang dimaksud letaknya tidak jauh dari stasiun cikini tempat kami turun kereta tadi. Cukup dengan jalan kaki saja. .. Tapi mau apalagi, pengalaman unik ini, merupakan pelajaran yang sangat berharga  bagi saya. Semoga bagi teman yang lain juga … ^_^