Sabtu, 10 Desember 2011

hukum perikatan


A.  PENGERTIAN DAN SUMBER HUKUM PERIKATAN
PENGERTIAN
Hukum perikatan adalah Hubungan hukum yang terjadi jika sudah melalui perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban.
SUMBER HUKUM PERIKATAN
  • Perjanjian  :
    • Dengan adanya Perjanjian, maka para pihak telah terikat dengan perjanjian tersebut (menjadi Undang undang bagi yang membuatnya – Pasal 1313 BW disebut   asas PACTA SUN SERVANDA)
  • -Undang-undang  (pasal  1352 BW, contoh : kewajiban orangtua terhadap anaknya) 
    • -UU saja
    • -UU sebagai akibat dari    perbuatan manusia.
·         Pertaruhan tidak dapat digugat. (pasal 1788 BW)
Kontrak : Suatu pernyataan tertulis tentang perjanjian antara kedua belah pihak yang bersangkutan.
M.O.U (Memorandum of Understanding) :  nota kesepakatan/kesamaan pandangan antara para pembuat  yang berbentuk tertulis - belum mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (PRA kontrak).
KUHPerdata dalam Buku III menyebutkan tentang Perikatan.
    • Perikatan dapat timbul karena :
    • 1. Perjanjian,
    • 2. Undang-Undang.
    • Ad 1 :
    • Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini ditimbulkan suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan tersebut dinamakan Perikatan.
    • Ad 2 :
    • a. Karena UU saja
    • b. Karena perbuatan manusia
Sistematika Buku III KUHPerd
    • Bagian Umum
      1. BAB I Perikatan pada Umum
      2. BAB II Perikatan yang timbul dari Perjanjian
      3. BAB III Perikatan yang Timbul dari UU
      4. Hapusnya Perikatan
    • Bagian Khusus
      1. BAB V Jual Beli
      2. BAB XVIII Perdamaian
Jika ketentuan bagian umum bertentangan dengan ketentuan khusus, maka yg digunakan adalah ketentuan yang khusus.

B.  PRESTASI DAN WANPRESTASI
PRESTASI
Suatu hal menurut isi perjanjian wajib dipenuhi oleh pihak yg satu n merupakn bagian bagi phak yg lain
-Melakukan sesuatu
-tidak melakukan sesuatu
-memberikan sesuatu
WANPRESTASI
Peristiwa dimana salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian yang telah dibuat .
Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika ia tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap melakukan ingkar janji. Wanprestasi adalah keadaan dimana debitur tidak memenuhi prestasi (ingkar janji) yang telah diperjanjikan.
Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu :
(1) karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhinya kewajiban maupun krena kelalaian,
(2) karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi diluar kemampuan debitur, dalam arti bahwa debitur di sini dianggap tidak bersalah.
Untuk adanya kesalahan harus dipenuhi syarat-syarat :
 (1) perbuatan yang dilakukan harus dapat dihindarkan,
(2) perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada si pembuat, yaitu bahwa ia dapat menduga tentang akibatnya.
Apakah suatu akibat itu dapat diduga atau tidak, aka harus diukur secara obyektif dan subyektif. Obyektif yaitu apabila menurut manusia yang normal akibat tersebut dapat diduga dan subyektif jika akibat tersebut menurut keahlian seseorang dapat diduga.

– UNSUR UNSUR NYA  :
  1. Tidak melakukan.
  2. melaksanakan tapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan
  3. melakukan tetapi terlambat
  4. melakukan yang dilarang.
-AKIBATNYA :
  • Ganti rugi, membayar kerugian yang diderita oleh Kreditur (pasal 1247 KUHPer)
    •  kerugian : akibat yang timbul dari perjanjian tersebut.
  • Pembatalan perjanjian (pasal 1266 KUHPer)   :
-Harus dimintakan kepada Hakim
-tidak batal demi hukum.
  • Peralihan resiko (pasal 1460, 1267  KUHPer), Kreditur bisa memilih :
-pemenuhan perjanjian
-pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
-ganti rugi saja
-pembatalan perjanjian
-pembatalan disertai ganti rugi
  • Membayar biaya perkara.
RESIKO  :  Kewajiban  memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan satu pihak.

C.  SYARAT SAH PERJANJIAN
Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded contract). Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah sebagai berikut:
  • Sepakat. (syarat  subjektif) : antara kedua belah pihak harus sepakat atas apa yang mereka perjanjikan  akan muncul asas konsensus.
  • Cakap (syarat  subjektif) : para pihak haruslah cakap dalam bertindak hukum (pasal 330 KUHPer), tidak berada di bawah pengampuan (1330).  apabila syarat subjektif ini tidak  terpenuhi maka dapat dimintakan pembatalan.
  • Suatu hal tertentu  (syarat  objektif)
  • Suatu sebab yang halal  (syarat  objektif)  - diatur oleh pasal  1377  BW  isi dari perjanjian harus legal yaitu  tidak melanggar  : UU, Ketertiban umum, kesusilaan dan PATIHA.  apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka batal demi hukum, sejak awal dianggap tidak pernah ada perjanjian dan perikatan.

D.  BENTUK PERJANJIAN

1. JUAL-BELI (Koop en Verkoop) [Pasal 1457-1540 KUH Perdata]
Pengertian Jual-beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. (pasal 1457)
Wujud dari hukum jual-beli adalah rangkaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pihak-pihak, yang saling berjanji, yaitu penjual dan pembeli. Penyerahan yang dimaksud ialah bahwa penyerahan tersebut adalah penyerahan barang oleh penjual untuk menjadi kekuasaan dan kepemilikan dari pembeli. Dalam jual-beli, kewajiban penjual adalah untuk menyerahkan barang kepada pembeli. Dengan adanya perjanjian jual-beli maka hak milik dari benda yang di jual belum pindah hak miliknya kepada si pembeli. Pemindahan hak milik baru akan terjadi apabila barang yang dimaksud telah diberikan ke tangan pembeli. Maka selama penyerahan belum terjadi, maka hak-hak milik barang tersebut masih berada dalam kekuasaan pemilik / penjual. Tujuan utama dari jual-beli ialah memindahkan hak milik atas suatu barang dari seseorang tertentu kepada orang lain.
Dalam perjanjian jual-beli, terdapat dua subjek yaitu si penjual dan si pembeli yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Subjek yang berupa manusia harus memenuhi syarat-syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hokum secara sah. Begitu pula dengan badan hukum dalam melakukan perjanjian jual-beli harus
memenuhi syarat-syarat untuk melakukan perbuatan hukum yang sah pula.
Hak dan kewajiban dalam jual beli:
1. Hak yang diberikan kepada penjual untuk mendesak pembeli membayar harga,
tetapi penjual juga berkewajiban menyerahkan barangnya kepada pembeli.
2. Hak yang diberikan kepada pembeli untuk mendesak kepada penjual menyerahkan barangnya yang telah dibeli, tetapi pembeli juga berkewajiban membayar harga pembelian tersebut.

2. TUKAR-MENUKAR (Van Ruilling)-[pasal 1541-1546 KUH Pedata]
Pengertian tukar-menukar ialah suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal-balik sebagai ganti suatu barang lain. Barang-barang yang dapat ditukarkan menurut perjanjian ini adalah semua barang yang dapat diperjualbelikan (ekonomis). Subjek dari perjanjian tukar-menukar ialah para penukar barang, yang secara timbal balik saling memberikan barang sebagai ganti suatu barang yang lain.
Tukar-menukar dalam BW hanya dijabarkan dalam 6 pasal saja. Dari pasal-pasal ini, pasal 1541 memuat pengertian tukar-menukar, sedangkan pasal-pasal 1542 dan 1546 menegaskan, segala peraturan jual-beli berlaku juga pada perjanjian tukar-menukar. Dan dari pasal-pasl 1543,1544, dan 1545 merupakan peraturan tersendiri mengenai tukar-menukar.
Jika perjanjian tukar-menukar telah disetujui, dan pihak satu telah menerima barang dari pihak lain, tetapi setelah diterima ternyata bahwa barang yang diterimanya itu bukan milik sendiri dari pihak yang menyerahna barang tersebut, maka pihak yang satu itu tidak dapat dipaksa untuk menyerahkan barang yang telah disanggupkan sebagai gantinya, tetapi pihak satu itu wajib menyerahkan kembali barang yang telah diserahkan kepadanya dari pihak lain. Demikian juga bila terjadi suatu barang yang ditukarkan itu rusak atau lenyap, tetapi lenyapnya bukan karena kesalahan pemilik, maka perjanjian tukar-menukar tersebut dianggap batal/gugur. Pihak yang menyerahkan barangnya dapat meminta kembali barangnya itu dari pihak lain.

3. SEWA-MENYEWA (Huur en Verhuur)-[Pasal 1547-1600 KUH Perdata]
Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.
Dalam perjanjian sewa-menyewa, pemilik barang hanya menyerahkan pemakaian dan pemungutan hasil dari barang yang disewakan, sedangkan hak milik masih sepenuhnya menjadi hak pemilik barang (yang menyewakan). Subjek dari perjanjian sewa-menyewa ialah penyewa dan orang yamg menyewakan (pemilik). Objeknya ialah sesuatu barang atau hak yang disewakan tersebut.
Terhadap perjanjian sewa-menyewa tanah yang dibuat secara tidak tertulis, maka jangka waktu yang dipakainya ialah satu masa panen. Jika jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian sewa-menyewa yang dibuat secara tertulis itu habis, sedang penyewa tetap mempergunakan barang yang disewa itu dan dibiarkan pula oleh pemiliknya, maka dianggap ada perjanjian baru yang dibuat secara tidak tertulis, dan akibatnya diatur oleh peraturan- peraturan yang berhubungan dengan perjanjian sewa-menyewa yang dibuat secara lisan. Tetapi jika salah satu pihak telah memberitahukan pemutusan perjanjian kepada pihak lain, tidaklah dianggap ada perjanjian baru. Demikian pula halnya jika perjanjian sew-menyewa atas tanah yaang dibuat secara tertulis telah habis wktunya, sedang penyewa tetap mempergunakan tanah tersebut dan dibiarkan saja oleh pemilik tanah, maka akibatnya diatur dengan perjanjian sewa-menyewa baru yang dibuat dengan lisan.
Ketentuan dari pasal 1575 KUH Perdata bahwa perjanjian sewa-menyewa tidak terhenti jika salah satu pihak meninggal dunia. Karena pada umumnya hak-hak da kewajiban- kewajiban dari suatu perjanjian menurut hukum waris dengan sendirinya beralih kepada para ahli waris jika yang berkepentingan meninggal dunia.

4. PERJANJIAN KERJA (Arbeids-overeenkomst)-[Pasal 1601-1617 KUH Perdata]
Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan dimana pihak yang satu menyatakan sanggup bekerja bagi pihak lainnya, dengan menerima uoah dan dengan waktu yang tertentu. Yang dimaksud dengan bekerja aadalah kekuatan kerja yang disediakan bagi majikannya. Jadi hubungan kerja yang dimaksud ialah berdasarkan asas bahwa pekerjaan untuk majikan dapat dibayar dengan upah, atau tegasnya hubungan kerja berdasarkan upah. Aturan dalam KUH Perdata membagi pembagian kerja menjadi tiga,yaitu:
a. Perjanjian perburuhan
b. Perjanjian untuk melakukan satu atau dua pekerjaan tertentu
c. Perjanjian pemborongan kerja

5. PERSEKUTUAN (Maatschap)-[Pasal 1618-1652 KUH Perdata]
Persekutuan perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang berjanji untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka. Perjanjian ini dinamakan perjanjian konsensual, sebab perjanjian tersebut tidak memerlukan suatu cara yang tertentu (akta, bentuk tertentu), melainkan cukup dengan pemufakatan secara lisan saja.

6. PERKUMPULAN (Zedelijk lichaam)-[Pasal 1653-1665 KUH Perdata]
Selain perseroan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Pengertian perkumpulan berbeda dengan pengertian perseroan. Titik berat perseroan adalah mencari keuntungan dari perbendaan, sedangkan titik berat perkumpulan adalah tujuan sosial atau tujuan dilapangan lain daripada keuntungan semata.
Hal lain yang membedakan antara perkumpulan dan perseroan ialah:
1. Dalam perkumpulan keputusan rapat anggota diambil dengan suara terbanyak, sedang dalam perseroan pada hakekatnya diperlukan persetujuan dari segenap anggota.
2. Para anggota perkumpulan selaku perseorangan tidak bertanggung jawab atas  perjanjian-perjanjian dari perkumpulannya, dan segala utang dari perkumpulan
hanya dapat dilunasi dari barang-barang kekayaan perkumpulan.
Dalam KUH Perdata disebutkan 4 macam badan hukum, yaitu:
1. Badan hukum yang didirikan oleh pemerintah
2. Badan hukum yang diakui
3. Badan hukum yang diperijinkan
4. Badan hukum yang didirikan oleh orang-rang pertikelir dengan suatu tujuan
tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan.
5. Ada dua hal yang dapat mengakibatkan suatu perkumpulan kehilangan
kedudukannya selaku badan hukum, yaitu:
1. Apabila pemerintah menetapkan bahwa suatu perkumpulan itu bertentangan
dengan ketertiban umum
2. Apabila hakim mencabut kedudukan suatu perkumpulan selaku badan hukum, dengan alasan bahwa perkumpulan itu telah menyimpang dari isi anggaran dasar yang telah disahkan oleh pemerintah.
Hak-hak dan kewajiban perkumpulan:
1. Perkumpulan dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia,
kecuali ada pembatasan kekuasaan
2. Memberi kuasa kepada pengurus untuk bertindak atas nama perkumpulan dan membentuk hubungan hukum antara perkumpulan hukum dengan orang ketiga. Apabila seorang pengurus/anggota bertindak menyimpang dari kekuasaannya, maka perkumpulan hanya terikat, apabila dikemudian hari ternyata ada keunautngan bagi perkumpulan atau apabila tindakan pengurus tersebut dishkan oleh rapat anggota.

Hak-hak dan kewajiban perkumpulan:
1. Perkumpulan dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia,
kecuali ada pembatasan kekuasaan
2. Memberi kuasa kepada pengurus untuk bertindak atas nama perkumpulan dan membentuk hubungan hukum antara perkumpulan hukum dengan orang ketiga. Apabila seorang pengurus/anggota bertindak menyimpang dari kekuasaannya, maka perkumpulan hanya terikat, apabila dikemudian hari ternyata ada keunautngan bagi perkumpulan atau apabila tindakan pengurus tersebut dishkan oleh rapat anggota.

7. HIBAH (Schenking)-[Pasal 1666-1693 KUH Perdata]
Hibah adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan- penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.
Jadi hibah seperti yang telah dijelaskan tersebut terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Dalam hidupnya si penghibah
2. Kemurahan hati si penghibah terhadap pihak yang diberi hibah
3. Pemberian itu harus dengan Cuma-Cuma
4. Ketiadaan untuk menarik kembali sesuatu yang telah dihibahkan
5. Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah

8. PENITIPAN BARANG [Pasal 1694-1739 KUH Perdata]
Penitipan barang terjadi, bila orang menerima barang orang lain dengan janji untuk
menyimpannya dan kemudian mengembalikannya dalam keadaan yang sama.
Ada dua jenis penitipan barang, yaitu:
1.penitipan murni (sejati)
2.sekuestrasi (penitipan dalam perselisihan).
Penitipan murni.
Penitipan murni dianggap dilakukan dengan cuma-cuma, bila tidak diperjanjikan sebaliknya. Penitipan demikian hanya mengenai barang-barang bergerak. Perjanjian penitipan belum terlaksana sebelum barang yang bersangkutan diserahkan betul-betul atau dianggap sudah diserahkan. Penitipan barang terjadi secara sukarela atau secara terpaksa. Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena ada perjanjian timbal-balik antara pemberi titipan dan penerima titipan. Penitipan barang dengan sukarela hanya dapat dilakukan antara orang- orang yang cakap untuk mengadakan perjanjian. Akan tetapi jika orang yang cakap untuk mengadakan perjanjian menerima titipan barang dari seseorang yang tidak cakap untuk itu, maka ia harus memenuhi semua kewajiban seorang penerima titipan murni. Jika penitipan barang dilakukan oleh seorang yang berhak kepada seorang yang belum cakap untuk membuat perjanjian, maka pemberi titipan, selama barang itu masih di tangan penerima titipan, dapat menuntut pengembalian barang itu; tetapi jika barang itu tidak ada lagi di tangan penerima titipan, maka pemberi titipan dapat menuntut ganti rugi, sejauh penerima titipan mendapat manfaat dari barang titipan tersebut. Penitipan karena terpaksa ialah penitipan yang terpaksa dilakukan oleh karena terjadinya suatu malapetaka, seperti kebakaran, runtuhnya bangunan, perampokan, karamnya kapal, banjir atau peristiwa lain yang tak terduga datangnya. Penitipan karena terpaksa, diatur menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi penitipan dengan sukarela.
Sekuestrasi
Sekuestrasi ialah penitipan barang yang berada dalam persengketaan kepada orang lain yang mengikatkan diri untuk mengembalikan barang itu dengan semua hasilnya kepada yang berhak atasnya setelah perselisihan diputus oleh pengadilan. Penitipan demikian terjadi karena perjanjian atau karena perintah hakim.. Sekuestrasi terjadi karena suatu perjanjian, bila barang yang dipersengketakan itu diserahkan kepada orang lain oleh seseorang atau lebih dengan sukarela. Tidak diharuskan bahwa sekuestrasi berlaku dengan cuma-cuma. Sekuestrasi tunduk pada semua aturan yang berlaku bagi penitipan murni,
Hak penyimpanan:
- Penyimpanan tidak berhak meminta bukti bahwa yang menitipkan barang tersebut adalah betul-betul pemilik dari barang yang akan dititipkan. Tetapi jika penyimpanan mengetahui bahwa barang yang dititipkan itu adalah barang curian dan ia mengetahui pemilik barang tersebut yang sesungguhnya, maka ia wajib memberitahukan hal tersebut kepada pemilik yang sebenarnya, agar barang tersebut diambil pada waktu yang tertentu. Tetapi jika pemilik yang sebenarnya itu lupa untuk mengembalikan, maka penyimpan bebas untuk menyerahkan kembali titipan kepada orang yang menyimpan itu (dari siapa barang itu diterimanya kepada si pemberi titipan).
9. PINJAM-PAKAI (Bruiklening)-[Pasal 1740-1753 KUH Perdata]
Pinjam-pakai adalah suatu perjanjian, dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat, bahwa pihak yang menerima barang itu, setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu.
Orang yang meminjamkan itu tetap menjadi pemilik mutlak barang yang dipinjamkannya itu. Segala sesuatu yang dipergunakan orang dan tidak dapat musnah karena pemakaiannya, dapat menjadi pokok perjanjian ini. Semua perjanjian yang lahir dari perjanjian pinjam-pakai, beralih kepada ahli waris orang yang meminjamkan dan ahli waris peminjam. Akan tetapi jika pemberian pinjaman dilakukan hanya kepada orang yang menerimanya dan khusus kepada orang itu sendiri, maka semua ahli waris peminjam tidak dapat tetap menikmati barang pinjaman itu.
10. PINJAM PAKAI MENGENAI UANG DAN SEBAGAINYA (Verbruiklening)-[Pasal 1754-1769 KUH Perdata]
Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat, bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Berdasarkan perjanjian tersebut, orang yang menerima pinjaman menjadi pemilik mutlak barang pinjaman itu; dan bila barang ini musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kerugian itu menjadi tanggungan peminjam. Utang yang timbul karena peminjaman uang, hanya terdiri dari sejumlah uang yang ditegaskan dalam perjanjian. Jika sebelum utang dilunasi nilai mata uang naik atau turun, atau terjadi perubahan dalam peredaran uang yang laku, maka pengembalian uang yang dipinjam itu harus dilakukan dengan uang yang laku pada waktu pelunasannya, sebanyak uang yang telah dipinjam, dihitung menurut nilai resmi pada waktu pelunasan itu. Ketentuan tersebut di atas tidak berlaku, jika kedua belah pihak menyepakati dengan tegas, bahwa uang pinjaman harus dikembalikan dengan uang logam dari jenis dan dalam jumlah yang sama seperti semula.
11. BUNGA ABADI (Altijd-Durende Rente)-[Pasal 1770-1773 KUH Perdata]
Perjanjian bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.
Bunga ini pada hakikatnya dapat diangsur. Hanya kedua belah pihak dapat mengadakan persetujuan bahwa pengangsuran itu tidak boleh dilakukan sebelum lewat waktu tertentu, yang tidak boleh ditetapkan lebih lama dari sepuluh tahun, atau tidak boleh dilakukan sebelum diberitahukan kepada kreditur dengan suatu tenggang waktu, yang sebelumnya telah ditetapkan oleh mereka, tetapi tidak boleh lebih lama dari satu tahun
12. PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN (Kans-Overeenkomsten)-[Pasal 1774- 1791 KUH Perdata]
Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung-ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Demikianlah: persetujuan pertanggungan; bunga cagak-hidup; perjudian dan pertaruhan. (Persetujuan yang pertama, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

13. PEMBERIAN KUASA (Lastgeving)-[Pasal 1792-1819 KUH Perdata]
Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.
Cara memberikan kuasa:
1. akta resmi
2. surat bawah tangan
3. surat biasa
4. dengan lisan
5. dengan diam-diam (tanpa perjanjian)

14. PENANGGUNGAN UTANG OLEH SESEORANG (Borgtocht)-[Pasal 1820- 1850]
Yang dimaksud dengan Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.
Perjanjian demikian, adalah perjanjian acesoir dan biasanya ditujukan pada utang pinjaman uang. Syarat mutlak dari kemungkinan adanya suatu perjanjian ini adalah bahwa harus ada perjanjian pokok yang sah. Apabila perjanjian pokok batal, maka persetujuan jaminan juga turut batal.Sebagai seorang penanggung, maka ia tidak boleh diberi beban yang lebih berat daripada beban yang berutang sendiri.
1. Perikatan yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama
dengan yang menyebabkan berakhirnya perikatan-perikatan lainnya.
2. Percampuran utang yang terjadi di antara debitur utama dan penanggung utang, bila yang satu menjadi ahli waris dari yang lain, sekali-kali tidak menggugurkan tuntutan hukum kreditur terhadap orang yang telah mengajukan diri sebagai penanggung itu. (KUHPerd. 1437, 1823.) 1847. Terhadap kreditur itu, penanggung utang dapat menggunakan segala tangkisan yang dapat dipakai oleh debitur utama dan mengenai utang yang ditanggungnya itu sendiri. Akan tetapi ia tidak boleh mengajukan tangkisan yang semata-mata mengenai pribadi debitur itu.
3. Penanggung dibebaskan dari kewajibannya, bila atas kesalahan kreditur ia tidak dapat lagi memperoleh hak, hipotek dan hak istimewa kreditur itu sebagai penggantinya.
4. Bila kreditur secara sukarela menerima suatu barang tak bergerak atau barang lain sebagai pembayaran atas utang pokok, maka penanggung dibebaskan dari tanggungannya, sekalipun barang itu kemudian harus diserahkan oleh kreditur kepada orang lain berdasarkan putusan hakim untuk kepentingan pembayaran utang tersebut.
5. Suatu penundaan pembayaran sederhana yang diizinkan kreditur kepada debitur tidak membebaskan penanggung dari tanggungannya; tetapi dalam hal demikian, penanggung dapat memaksa debitur untuk membayar utangnya atau membebaskan penanggung dari tanggungannya itu.

15. PERJANJIAN PERDAMAIAN (Dading)-[Pasal 1851-1864 KUH Perdata]
Perdamaian ialah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. (s.d.u. dg. S. 1925- 525.) Persetujuan ini hanya mempunyai kekuatan hukum, bila dibuat secara tertulis.
Syarat-syarat perjanjian perdamaian ialah:
1. Harus dibuat secara tertulis
2. Kedua belah pihak harus mempunyai hak menguasai atas segala benda yang
termasuk dalam persetujuan perdamaian tersebut.

E. JENIS PERJANJIAN
1) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalkan hibah.
2) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
3) Perjanjian bernama dan tidak bernama
4) Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir
5) Perjanjian konsensual dan perjanjian real

F. HAPUSNYA PERIKATAN
Pasal 1381 BW menyebutkan bahwa hapusnya Perikatan adalah :
    • Pembayaran,
    • Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan barang,
    • Pembaharuan hutang,
    • Perjumpaan hutang/kompensasi,
    • Percampuran hutang,
    • Pembebasan hutang,
    • Musnahnya suatu barang,
    • Pembatalan,
    • Berlakunya syarat Batal,
    • Lewat Waktu
G. CARA MEMBUAT PERJANJIAN / KONTRAK
pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai apa yang diperjanjikan.  SEPAKAT    apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lainnya.
Untuk perjanjian yang didahului dengan  penawaran (tertulis), lahirnya perjanjian adalah pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban yang termuat dalam surat tersebut.  Domisili pihak yang mengadakan penawaran menjadi tempat lahirnya perjanjian. 
PERSONALIA DALAM PERJANJIAN :
Personalia   : siapa-siapa saja yang menjadi pihak di dalam suatu perjanjian.
Pasal 1315  KUHPer     :  tiada seorangpun dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.   disebut asas kepribadian suatu perjanjian.
-Mengikatkan diri  kewajiban (kesanggupan melakukan sesuatu)
-minta ditetapkan suatu janji   hak-hak yang dimiliki untuk menuntut sesuatu.
Pasal  1316  KUHPer  :  oleh UU dianggap  sebagai  pengecualian terhadap asa personalitas  yaitu  perjanjian garansi  mis. Wesel  dimana seorang A berjanji kepada B bahwa C akan berbuat sesuatu. 
Perjanjian garansi tidak sama dengan Perjanjian Borghtocht .
-Perjanjian garansi  berdiri sendiri.
-Perjanjian borgtocht  bersifat  accessoir yaitu ada perjanjian pokok sebelumnya.
Pasal 1318 KUHPer  : merupakan perluasan dari asas personalitas, yaitu dimana di dalam suatu perjanjian juga menyangkut kepada para ahli waris dari yang berjanji. Jadi segala hak dan kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian diwarisi oleh para ahli warisnya baik hutang maupun piutangnya.  
*STIPULATOR : Sebagai orang  (mis. A)  yang berjanji pada orang lainnya (mis.B- disini B disebut  PROMISSOR), dalam perjanjian tersebut ia minta diperjanjikan hak-hak untuk pihak ketiga (mis.C).
*ACTIO PAULIANA  (pasal 1341  :  Perjanjian dengan pihak ketiga) :
-Kreditur bisa mengajukan pembatalan yaitu apabila debitur melakukan  hal-hal yang  tidak perlu yang dapat merugikan kreditur; atau Kreditur menganggap batal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar