A. Tujuan
pendidikan ilmu pengetahuan sosial
pendidikan IPS ditujukan untuk mengembangkan
pengetahuan dan ketrampilan dasar siswa yang berguna untuk kehidupan sehari
harinya. IPS sangat erat kaitannya dengan persiapan anak didik untuk berperan
aktif atau berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia dan terlibat dalam
pergaulan masyarakat dunia (global society).
IPS harus dilihat
sebagai suatu komponen penting dari keseluruhan pendidikan kepada anak. IPS
memerankan peranan yang signifikan dalam mengarahkan dan membimbing anak didik
pada nilai-nilai dan perilaku yang demokratis, memahami dirinya dalam konteks
kehidupan masa kini, memahami tanggung jawabnya sebagai bagian dari masyarakat
global yang interdependen.
Kedudukan pengajaran IPS begitu unik karena
harus mempersiapkan dan mendidik anak didik untuk hidup dan memahami dunianya,
dimana kualitas personal dan kualitas sosial seseorang akan menjadi hal yang
sangat vital. Menurut A.K. Ellis (1991), bahwa alasan dibalik diajarkannya IPS
sebagai mata pelajaran di sekolah karena hal-hal sebagai berikut:
1. IPS memberikan tempat bagi siswa untuk belajar
dan mempraktekan demokrasi.
2. IPS dirancang untuk membantu siswa menjelaskan
"dunianya".
3. IPS adalah sarana untuk pengembangan diri siswa
secara positif.
4. IPS membantu siswa memperoleh pemahaman mendasar
(fundamental understanding) tentang sejarah, geographi, dan ilmu-ilmu
sosial lainnya.
5
5. IPS meningkatkan kepekaan siswa terhadap
masalah-masalah sosial.
Barr dan teman-temannya (Nelson, 1987; Chapin
dan Messick,1996) merumuskan tiga perspektif tradisi utama dalam IPS. Ketiga
tradisi utama tersebut ialah:
1. IPS diajarkan sebagai pewarisan nilai
kewarganegaraan (citizenship transmission).
2. IPS diajarkan sebagai ilmu-ilmu sosial.
3. IPS diajarkan sebagai reflektif inquiry (reflective
inquiry).
Roberta Woolover dan
Kathryn P. Scoot (1987) merumuskan ada lima perspektif dalam mengajarkan IPS .
Kelima perspektif tersebut tidak berdiri masing-masing, bisa saja ada yang
merupakan gabungan dari perspektif yang lain. Kelima perspektif tersebut ialah:
1. IPS diajarkan sebagai pewarisan nilai
kewarganegaraan (citizenship transmission).
2. IPS diajarkan sebagai Pendidikan ilmu-ilmu
sosial.
3. IPS diajarkan sebagai cara berpikir reflektif (reflective
inquiry).
4. IPS diajarkan sebagai pengembangan pribadi
siswa.
5. IPS diajarkan sebagai proses pengambilan
keputusan dan tindakan yang rasional.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan keidupan bangsa ,
6
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Siswa membutuhkan
pengetahuan tentang hal-hal dunia luar yang luas dan juga tentang dunia
lingkungannya yang sempit. Siswa perlu memahami hal-hal berkaitan dengan
individunya, lingkungannya, masa lalu, masa kini, dan masa datang. Kesadaran
akan pentingnya hubungan antara bahan IPS (social studies content),
ketrampilan, dan konteks pembelajaran (learning contexs) dapat membatu
kita untuk mengembangkan suatu IPS yang kuat kadar inquiri sosialnya. Ketrampilan yang perlu dikembangkan dalam
pendidikan IPS mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Ketrampilan mendapatkan dan mengolah data
2. Ketrampilan menyampaikan gagasan, argumen, dan
cerita
3. Ketrampilan menyusun pengetahuan baru
4. Ketrampilan berpartisipasi di dalam kelompok.
Dalam hubungannya
dengan nilai dalam pendidikan IPS, seorang guru harus mendorong anak untuk
aktif bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. Guru perlu
memotivasi anak untuk memiliki sikap yang baik. Sangatah penting bagi seorang
guru mendorong anak untuk memiliki sikap yang baik, karena dengan menciptakan
pengalaman-pengalaman di dalam kelas siswa diharapkan akan melakukan perbuatan
yang baik dalam kehidupan sehari-harinya.
B. Pengembangan kurikulum ilmu
pengetahuan sosial
Ada sejumlah
pengertian kurikulum menurut para ahli. Namun, pada umumnya kurikulum terkait
dengan pengalaman yang harus dikuasai dan
7
rencana serta target
yang perlu dicapai.
Pengertian kurikulum
lebih mudah dipahami, lebih lengkap dan lebih jelas ketika dirumuskan dalam
konteks tertentu.
Menurut UU No.20/2003 tentang Sisdiknas
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sedikitnya ada tiga model kurikulum yang sudah
banyak dikenal cara teoritis dan praktis. Tiga model pengembangan kurikulum
tersebut meliputi model tujuan (objectives model) dari Tyler (1949);
model interaksi (interaction model) yang dikembangkan oleh Hilda Taba
(1962) dan Cohen (1974); dan model proses (process model) yang
dikembangkan oleh Laurie Brady (1990). Secara embrionik kurikuler PIPS di
lembaga pendidikan formal atau sekolah di Indonesia pernah dimuat dalam
Kurikulum tahun 1947, Kurikulum berpusat mata pelajaran terurai tahun 1952,
Kurikulum tahun 1964, dan Kurikulum 1968.
Baru dalam Kurikulum tahun 1975, Kurikulum
1984, dan Kurikulum tahun 1994, PIPS telah menjadi salah satu mata pelajaran
yang berdiri sendiri pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang
disesuaikan dengan karakteristik/kebutuhan peserta didik.
Sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, maka tidak ada lagi
kurikulum yang bersifat terpusat (kurikulum nasiona). Dapat dilihat bahwa
pengembangan materi pembelajaran ips yaitu: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
sebagai mata pelajaran di tingkat sekolah dasar pada hakikatnya merupakan suatu
integrasi utuh dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan
untuk tujuan pendidikan.
8
Artinya, berbagai
tradisi dalam ilmu sosial termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan sosial,
aspek metode maupun aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial,
dikemas secara psikologis, pedagogis, dan sosial-budaya untuk kepentingan
pendidikan.
IPS memiliki
kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin
ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner,
multidimensional bahkan cross-disiplinary. Ada tiga sumber yang dapat
diidentifikasi dalam mengorganisasikan sumber IPS, yakni: (1) “informal
content” yang dapat ditemukan dalam kegiatan masyarakat tempat para siswa
berada; (2) the formal disciplines meliputi geografi penduduk, sejarah,
ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi sosial, jurisprudensi,
filsafat dan etika serta bahasa; (3) theresponses of pupils ialah
tanggapan-tanggapan siswa baik yang berasal dari “informal content” (events)
maupun dari “formal disciplines” (studies).
C. Strategi pembelajaran kognitif ips
perilaku kognitif
yang paling sederhana. Penggunaan istilah-istilah dalam pelajaran IPS memang
tidak dapat dihindari, bahkan dapat dikatakan pelajaran IPS kaya dengan
istilah, oleh karena itu istilah-istilah dalam IPS harus siap dipanggil kembali
dari memori siswa. Untuk mempermudah memori tersebut mudah dipanggil kembali
maka pembelajarannya harus ada keterkaitan dengan dunia anak.
Cara yang bisa
dilakukan ialah dengan mnemonic, membuat web, graphic organizer, dan jalinan
sebab akibat. Untuk melatih tingkat kognitif yang levelnya lebih tinggi dapat
digunakan pembelajaran dengan inquiry. Pembelajaran dengan inquiry adalah
pengajaran yang membantu siswa untuk menguji pertanyaan-pertanyaan, issu-issu,
atau masalah yang dihadapi siswa dan sekaligus menjadi perhatian guru.
9
Inquiry dapat
dilakukan dengan cara: percobaan (experiment), studi kepustakaan (library
research), wawancara (interview),
dan penelitian
produk (product investigation). Pembelajaran cooperative learning merupakan
model pembelajaran dimana secara teknik menggunakan asas kerjasama dalam sebuah
kelompok belajar . Teknik pembelajaran ini diterapkan dalam kelas dimana siswa
dalam satu kelas dibagikedalam kelompok kecil terdiri 4-6 orang atau lebih
saling berpasangan untuk bertukar pendapat serta saling membantu satu sama lain
dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan.
Pembelajaran
kooperatif memiliki karakteristik di antaranya adalah : a) Siswa bekerja di
dalam suatu kelompok untuk belajar materi akademis. b) Setiap anggota diatur
terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda ( seperti rendah,sedang
dan tinggi ) serta memiliki rasa saling ketergantungan satu sama lain. c) Siswa
aktif berinteraksi satu sama lain,berkomunikasi,berdiskusi,berdebat atau saling
menilai pengetahuan dan pemahaman satu sama lain secara kerjasama. d) Siswa
dilatih untuk bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan. e) Siswa dituntut
dapat memilki keterampilan berkomunikasi, seperti menyampaikan pendapat / berargumen.
D. Media pembelajaran ips
Media pembelajaran
adalah sarana yang membantu para pengajar. Ia bukan tujuan sehingga kaidah
proses pembelajaran di kelas tetap berlaku. Pengajar juga perlu sadar bahwa
tidak semua anak senang dengan peragaan media.
Anak-anak yang peka dan auditif mungkin tidak
banyak memerlukannya tetapi anak yang bersifat visual akan banyak meminta
bantuan media untuk memperjelas pemahaman bahan yang disajikan. Jenis media
yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran materi IPS diantaranya : (1) Hal-hal
yang bersifat visual, seperti bagan, matrik, gambar, flip chart, flannel, data
dan lain-lain;
10
(2) Suara (audio)
baik suara guru ataupun suara kaset;
(3) Suara yang
disertai visualisasi (audio-visual) seperti tayangan televisi, film, video, dan
sebagainya; (4) Hal-hal yang bersifat materil, seperti model-model, benda
contoh dan lain-lain; (5) Gerak, sikap dan perilaku seperti simulasi, bermain
peran, dan lain-lain; (6) Barang cetakan seperti buku, surat kabar, majalah,
jurnal, dan brosur; (7) Peristiwa atau ceritera kasus yang mengandung dilema
moral.
E.
Pendidikan
Multikultural dalam IPS
Pendidikan
multikultural dapat diintegrasikan ke dalam IPS antara lain dengan cara: a)
mengintegrasikannya ke dalam kurikulum IPS, b) melalui pengembangan buku IPS,
c) melalui penerapan proses belajar mengajar berbasis nilai, cooperative
learning, dan demokratis, d) diintegrasikan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler,
e) melalui penataan lingkungan kelas dan sekolah, dan f) melalui kebijakan
sekolah yang mendukung.
Beberapa hal yang berkaitan dengan Pendidikan
Global dalam IPS adalah sebagai berikut:
Gejala globalisasi menurut Lee F Anderson
terlihat jelas dalam berbagai hal, meliputi:
1.evolusi
sistem komunikasi dan transportasi global,
2.menyatunya
ekonomi lokal, regional dan nasional ke dalam ekonomi global yang luas,
3.interaksi
yang meningkat antara masyarakat menghasilkan budaya global
4.kemunculan
sistem internasional yang luas yang mengikis batas-batas tradisional antara
politik dalam negeri dan internasional,
5.dampak
yang meningkat dari kegiatan manusia terhadap ekosistem bumi dan hambatan yang
meningkat terhadap kegiatan manusia yang ditentukan oleh keterbatasan sistem,
11
6.kesadaran
global yang meluas yang meningkatkan kesadaran identitas kita s ebagai anggota spesies manusia.
National Council for the Social Studies (NCSS)
mengemukakan bahwa pendidikan global merujuk pada upaya menanamkan pada
generasi muda suatu pandangan (perspektif) dunia yang menekankan saling
keterkaitan antara budaya, spesies manusia, dan bumi.
·
Menurut Tye
pendidikan global mempelajari tentang masalah-masalah global yang melintasi
batas-batas suatu negara, dan tentang saling keterkaitan sistem ekologi,
budaya, ekonomi politik, dan teknologi.
·
Kehidupan
global akan menuntut suatu perubahan dalam pendidikan bagi generasi muda.
Pendidikan tersebut harus memberikan bukan hanya pemahaman dan keterampilan
untuk hidup secara efektif dalam masyarakat global saat ini, tetapi juga
kemampuan untuk menghadapi realitas masa depan dan menghargai realitas masa
lalu.
Pendidikan global memiliki tujuan bagi bagi siswa
maupun bagi para guru. Steven Lamy mengidentifikasi empat tujuan intelektual
bagi guru pendidikan global, yaitu: 1) perolehan pengetahuan dari perspektif
yang beranekaragam, 2) eksplorasi pandangan dunia, 3) pengembangan keterampilan
analitis dan evaluatif, dan 4) strategi untuk partisipasi dan keterlibatan.
·
Skeel mengemukakan tujuan atau hasil utama
dari pendidikan global adalahsiswa dapat mengembangkan kemampuan mempersepsikan
dunia sebagai suatu masyarakat manusia yang saling bergantung yang dibentuk
oleh budaya-budaya yang lebih banyak mempunyai kesamaan daripada perbedaannya.
·
Ha-hal atau materi yang dapat diberikan
melalui pendidikan global menurut Merryfield antara lain meliputi: 1) keyakinan
dan nilai manusia, 2) sistem global, 3) isu dan masalah global,
12
4) sejarah global,
5)
saling pengertian/interaksi lintas budaya, 6) kesadaran akan pilihan manusia,
6) perkembangan keterampilan analisis dan evaluatif, dan strategi untuk
partisipasi dan keterlibatan.
·
Engene H
Wilson mengemukakan beberapa metode dalam mengajarkan
pendidikan global melalui
IPS, yakni meliputi: pengajuan masalah dan pemecahan masalah, belajar dengan
interaksi dan kerjasama (cooperative learning), kesadaran perpsektif dan
perspektif beragam, negosiasi dan mediasi.
F.
Evaluasi
Penilaian mata pelajaran
IPS adalah proses untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja
peserta didik dalam mata pelajaran IPS. Hasil penilaian digunakan untuk
melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta didik dan efektivitas
proses pembelajaran IPS. Fokus penilaian IPS adalah keberhasilan belajar
peserta didik dalam mencapai standar kompetensi IPS yang ditentukan dalam
Permendiknas Nomor 22/2005 tentang Standar Isi (SI).
Pada tingkat mata
pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata
pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk
tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagaimana tertera dalam Permendiknas Nomor
23/2006.
Instrumen penilaian yang dapat digunakan untuk
mengukur aspek kognitif berupa tes-tulis kognitif (paper and pencil test)
guna mengungkap tingkat penguasaan peserta didik sebagai hasil belajar mata
pelajaran IPS berdasarkan pada kisi-kisi tes yang memuat standar kompetensi
(SK) dan kompetensi dasar (KD) sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditetapkan
dalam
13
Permendiknas Nomor
22 tahun 2006 tentang Standar Istilah “skala sikap” yang dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah “attitude scale” merupakan salah satu alat
penilaian non tes dalam pembelajaran.
Penilaian sikap
sebagai salah satu jenis daftar pencatatan laporan diri hasil pembelajaran di
kelas sangat bermanfaat untuk memperbaiki dan meningkatkan sikap peserta didik.
Banyak sikap peserta didik yang dapat dinilai, seperti sikap terhadap aktivitas
belajar, buku pelajaran, ekstrakurikuler, belajar di laboratorium, metode
pelajaran tertentu atau terhadap pelajaran IPS itu sendiri. Informasi yang
berkaitan dengan sikap tentu diperoleh melalui pengamatan namun penilaian yang
lebih lengkap dapat dilengkapi dengan laporan tentang perasaan dan pendapat
para peserta didik.
Model skala sikap yang banyak dikenal baik
untuk kebutuhan penilaian pembelajaran maupun penelitian adalah skala Likert (Likert
Scale). Salah satu keunggulan jenis skala sikap ini sehingga banyak
digunakan secara luas karena metode ini dapat menilai sikap baik atau tidak
baik melalui pernyataan yang diajukan kepada peserta didik untuk dijawab.
Jawaban yang disediakan meliputi pilihan sangat setuju (SS), setuju (S),
ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Observasi
adalah pengamatan, yakni proses penilaian melalui pengamatan obyek tertentu
dalam hal ini adalah peserta didik selama proses pembelajaran IPS berdasarkan
instrumen tertentu.
Pengamatan dalam
pembahasan ini merupakan salah satu cara penilaian non tes untuk menilai aspek
kemampuan peserta didik yang paling tepat karena tidak dapat dilakukan dengan
penilaian tes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar