I.
ANALISIS
GENDER DAN KETIDAKADILAN
SOSIAL
Analisis gender dalam sejarah pemikiran manusia
tentang ketidakadilan sosial dianggap
suatu analisis baru, dan mendapat sambutan akhir-akhir ini. Dibandingkan dengan analisis sosial lainnya,
sesungguhnya analisis gender tidak kalah mendasar analisis gender justru ikut
mempertajam analisis kritis yang sudah ada. Misalnya analisis kelas yang dikemukakan oleh Karl Marx ketika melakukan kritik terhadap system
kapitalisme , akan lebih tajam jika pertanyaan tentang gender juga dikemukakan
. Demikian halnya dengan analisis sosial lainnya seperti analisis hegemoni
ideology dan cultural yang dikembangkan oleh Antonio Gramsci, merupakan kritik
terhadap analisis kelas yang dianggap sangat sempit.
Dalam analisia apapun, tanpa mempertanyakan gender
terasa kurang mendalam. Dalam bidang epistemology dan riset, misalnya analisis
kritis ( critical theory ) dari penganu mahzab Frankfurt
yang memusatkan perhatian kepada pekembangan akhir masyarakat kapitalisme
dan dominasi epistemology positivisme , terasa kurang mendasar justru
karena tidak ada pertanyaan tentang
gender dalam kritiknya. Dengan kata lain
, analisis gender merupakan analisis kritis yang mempertajam analisis kritis yang sudah ada.
Selanjutnya menurut Fakih ( 1996 ) mengapa
pengungkapan masalah kaum perempuan dengan menggunakan analisis gender sering
menghadapi perlawanan ( resistence ) , baik dari kalangan kaum laki-laki maupun
perempuan sendiri. Tidak hanya itu, analisis gender justru sering ditolak oleh
mereka yang melakukan kritik terhadap system
sosial yang dominan seperti kapitalisme. Untuk menjawab persoalan tersebut perlu diidentifikasi
beberapa jawaban penyebab timbulnya perlawanan itu. Diantaranya :
1.
Karena
mempertanyakan status kaum perempuan pada dasarnya berarti mengguncang struktur
dan system status quo ketidakadilan
tertua dalam masyarakat.
2.
Banyak terjadi
kesalahpahaman tentang mengapa masalah kaum perempuan harus dipertanyakan?
Kesulitan lain, dengan mendiskusikan
soal gender pada dasarnya berarti membahas hubungan kekuasaan yang sifatnya
sangat pribadi, yakni menyangkut dan melibatkan individu kita masing-masing serta menggugat privilege (hak
istimewa) yang kita miliki dan sedang kita nikmati selama ini.
II.
PENELITIAN BERPERSPEKTIF GENDER
Lahirnya perspektif gender ( feminis perspective di Barat) dalam riset sosial
adalah sebagai respon terhadap kondisi
ilmu pengetahuan yang cenderung androsentri. Dianggap andosentri karena ilmu
pengetahuan pada umumnya menyusun konsep
atau teori dengan cara mengasumsikan
perempuan sebagai pasif, membuat perempuan tidak kelihatan, atau malah menjadi
misoginy. Ciri lain yang menunjukkan
bahwa ilmu pengetahuan bersifat andosentris adalah kebiasaan mengadakan
overgeneralization dengan membuat pernyataan berlaku bagi kedua jenis kelamin
sekalipun studi yang dibahas hanya tentang kelompok khusus.
Menurut Sadli dan Marilyn Porter (1999) ,ada
beberapa prinsip yang telah dipilih untuk diperhatikan dalam mengadakan
penelitian berperspektif gender, yaitu :
- Gender sebagai tool of analysis
- Gender di pandang sebagai factor yang berpengaruh menentukan persepsi dan kehidupan perempuan, membentuk kesadarannya, keterampilannya, dan membentuk pula hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan.
- Fokus riset adalah masalah khas perempuan yang diamali sebagai konsekuensi dari hubungan gender dan cenderung berorientasi naturalistic. Dengan kata lain yang dianggap penting adalh dunia realitas sebagaimana dipersepsi dan diberi makna oleh perempuan.
- Kecenderungan untuk lebih sering memakai metode kualitatif seperti diskusi kelompok terfokus, wawancara mendalam, partisipasi observasi, dbs.
- Dalam mengadakan riset peneliti dimungkinkan unuk menggunakan paradigma dan metode yang beragam.
- Keberpihakan kepada / untuk perempuan.
- Topik riset adalah masalah perempuan
- Tujuan riset bukan terutama bukan tentang perempuan, melainkan untuk perempuan.
- Validitas riset dikaitkan dengan pengalaman perempuan.
- Metodologi riset
- Bukan mementingkan metode riset, tetapi bagaimana hasil riset digunakan untuk bias menjawab berbagai kondisi hidup perempuan yang merugi akibat gendernya. Dengan kata lain, orientasinya cenderung pada keinginan untuk dapat memahami masalah yang dialami perempuan sebagai akibat dari keberadaannya dalam masyarakat dimana selalu berlaku ideology gender yang belaku itu tidak jarang merugikan perempuan sebagai anggota masyarakat maupun sebagai pribadi yang mempunyai kemampuan.
- Dapat memahami pengalaman perempuan dengan meneliti persepsinya atau sering disebut dengan mendengarkan “ suara perempuan”.
- Orientasi manfaat
Tujuan riset adalah
untuk dapat memampukan perempuan . Caranya riset dipakai untuk
melakukan perubahan sosial atau merubah
status quo yang berlaku dan merugikan perempuan atau yang menimbulkan masalah
bagi perempuan. Karenanya penelitian berperspektif gender dapat disebut sebagai
penelitian emansipatoris. Yaitu karena hasil riset dijadikan landasan untuk
mengatasi masalah yang menjadi focus penelitian.
Hal yang sama juga dapat dilakukan dengan
menganalisis berbagai dokumen, peraturan perundang-undangan, dan kebijakan yang
mungkin mengandung bias gender sehingga merugikan pada salah satu jenis kelamin
baik laki-laki maupun perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar