Karakteristik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Kompetensi Supervisi Akademik merupakan salahsatu
kompetensi yang harus dimiliki oleh para pengawas satuan pendidikan. Kompetensi
ini dengan kemampuan pengawas dalam rangka pembinaan dan pengembangan kemampuan
guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di
sekolah/satuan pendidikan. Secara spesifik pengawas satuan pendidikan
harus memiliki kemampuan untuk membantu guru dalam memahami dan
mengembangkan substansi tiap mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran
khususnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Istilah pendidikann IPS dalam
menyelenggarakan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan.
Pendidikan IPS merupakan padanan dari sosial studies
dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali
digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Sosial Studies
yang mengembangkan kurikulum di AS (Marsh, 1980; Martoella, 1976). Kurikulum
pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh Hamid Hasan
(1990), merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu, Martoella (1987)
mengatakan bahwa pembelajaran Pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek
“pendidikan” daripada “transfer konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan
IPS mahasiswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah
konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan
keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran
pendidikan IPS harus diformulasikannya pada aspek kependidikannya.
Konsep IPS, yaitu:
(1) interaksi,
(2) saling ketergantungan,
(3) kesinambungan dan perubahan,
(4) keragaman/kesamaan/perbedaan,
(5) konflik dan konsesus,
(6) pola (patron),
(7) tempat,
(8) kekuasaan (power),
(9) nilai kepercayaan,
(10) keadilan dan pemerataan,
(11) kelangkaan (scarcity),
(12) kekhususan,
(13) budaya (culture), dan
(14) nasionalisme.
Mengenai tujuan ilmu pengetahuan sosial (pensisikan IPS),
para ahli sering mengaitkannya dengan berbagai sudut kepentingan dan
penekanan dari program pendidikan tersebut, Gross (1978)
menyebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah untuk
memepersiapkan mahasiswa menjadi warga negara yang baik
dalam kehidupannya di masyarakat, secara tegas ia mengatakan “to prepare students to be well functioning citizens in a
democratic society”. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk
mengembangkan kemampuan mahasiswa menggunakan penalaran dalam mengambil
keputusan setiap persoalan yang dihadapinya (Gross, 1978). Ilmu pengetahuan
sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang
sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada
dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS berusaha membantu
mahasiswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga
akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial
masyarakatnya (Kosasih, 1994).Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah
untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa
untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat,
kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal
siswa untuk melanjtkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan pengertian
dan tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya dibutuhkan suatu pola
pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Kemampuan
dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai
model, metode dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan (Kosasih,
1994), agar pembelajaran Pendidikan IPS benar-benar mampu mengondisikan
upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi mahasiswa
untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan pengondisian
iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan (Azis
Wahab, 1986).
Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur
pendidikan danpembekalan pada mahasiswa. Penekanan pembelajarannya bukan
sebatas pada upaya mencecoki atau menjejali mahasiswa dengan sejumlah konsep
yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan
apa yang tekag dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam
melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sinilah
sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS. Oleh karena itu, rancangan
pembelajaran guru hendaknya diarahkab dan difokuskan sesuai dengan kondisi dan
perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukan benar-benar berguna
dan bermanfaat bagi siswa (Kosasih, 1994; Hamid Hasan, 1996). Karakteristik
mata pembelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat monolitik.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu
sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan
budaya. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan fenomena
sosial melalui pendekatan interdisipliner. Geografi, sejarah, dan antropologi
merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran
geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah,
sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari
berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan
dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi,
organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda
budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam
ilmuilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan
pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan
ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok,
institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif
konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan
studi-studi sosial.
Model Pembelajaran Terpadu dalam IPS
Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut
dengan pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara
individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta
prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996: 3). Salah satu di
antaranya adalah memadukan Kompetensi Dasar. Melalui pembelajaran terpadu
peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah
kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal
yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat
menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari. Pada pendekatan pembelajaran
terpadu, program pembelajaran disusun dari berbagai cabang ilmu dalam
rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran terpadu,
dalam hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu cabang ilmu
tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang
lain. Topik/tema dapat dikembangkan dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang
berkembang. Bisa membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari
berbagai disiplin atau sudut pandang, contohnya banjir, pemukiman kumuh,
potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial, modernisasi, revolusi yang dibahas
dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial.
1. Model Integrasi Berdasarkan Topik
Dalam pembelajaran IPS keterpaduan dapat dilakukan
berdasarkan topik yang terkait, misalnya „Kegiatan ekonomi penduduk‟. Kegiatan
ekonomi penduduk dalam contoh yang dikembangkan ditinjau dari berbagai disiplin
ilmu yang tercakup dalam IPS. Kegiatan ekonomi penduduk dalam hal ini ditinjau dari
persebaran dan kondisi fisik-geografis yang tercakup dalam disiplin Geografi. Secara
sosiologis, Kegiatan ekonomi penduduk dapat mempengaruhi interaksi sosial
di masyarakat atau sebaliknya. Secara historis dari waktu ke waktu
kegiatan ekonomi penduduk selalu mengalami perubahan. Selanjutnya penguasaan
konsep tentang jenis-jenis kegiatan ekonomi sampai pada taraf mampu
menumbuhkan krteatifitas dan kemandirian dalam melakukan tindakan ekonomi
dapat dikembangkan melalui kompetensi yang berkaitan dengan ekonomi. Skema
berikut memberikan gambaran keterkaitan suatu topik/tema dengan berbagai
disiplin ilmu.
2. Model Integrasi Berdasarkan Potensi Utama
Keterpaduan IPS dapat dikembangkan melalui topik yang
didasarkan pada potensi utama yang ada di wilayah setempat; sebagai
contoh, “Potensi Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata”. Dalam
pembelajaran yang dikembangkan dalam Kebudayaan Bali dikaji dan ditinjau dari
faktor alam, historis kronologis dan kausalitas, serta perilaku masyarakat
terhadap aturan. Melalui kajian potensi utama yang terdapat di
daerahnya, maka peserta didik selain dapat memahami
kondisi daerahnya juga sekaligus memahami Kompetensi Dasar yang
terdapat pada beberapa disiplin yang tergabung dalam IPS .
Model Integrasi Berdasarkan Permasalahan
Model pembelajaran terpadu pada IPS yang lainnya adalah
berdasarkan permasalahan yang ada, contohnya adalah “Pemukiman Kumuh”. Pada
pembelajaran terpadu, Pemukiman Kumuh ditinjau dari beberapa faktor sosial yang
mempengaruhinya. Di antaranya adalah faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Juga dapat
dari faktor historis kronologis dan kausalitas, serta perilaku masyarakat
terhadap aturan/norma.
Strategi Pembelajaran dan IPS
1. Konsep Belajar dan Pembelajaran
Untuk menjelaskan dan menerapkan strategi pembelajaran
terlebih dahulu kita mengenal sekilas konsep-konsep belajar dan pembelajaran
Kolb (1984: 38) dalam Malcolm Tight (2000: 24) belajar
adalah proses pengetahuan dikreasi melalui transformasi pengalaman. Belajar
adalah kebutuhan dalam kehidupan manusia, sama pentingnya seperti bekerja, dan
berteman. Seperti dikemukakan oleh David Kolb (1986) “ belajar adalah cara
adaptasi utama manusia, jika kita tidak belajar maka tidak bisa survive
(bertahan hidup), dan kita tentu saja tidak akan berhasil baik. Belajar itu
kompleks dan meliputi berbagai aspek kehidupan dan seharusnya tidak disamakan
dengan pendidikan formal. Semua kegiatan manusia memiliki dimensi belajar.
Belajar dilakukan secara terus menerus, informal, dengan setting yang
berbeda, di lingkungan keluarga, mengisi waktu senggang, melalui
kegiatan-kegiatan masyarakat, dan setiap aktivitas yang bersifat praktis.
Sementara menurut Jarvis (1990:196) dalam Malcolm Tight
(2000: 25) bahwa belajar adalah:
(1) ada
tidaknya perubahan perilaku permanen sebagai hasil dari pengalaman;
(2) perubahan
relatif sering terjadi yang merupakan hasil dari praktek pembelajaran;
(3) proses
dimana pengetahuan itu digali melalui transformasi pengalaman;
(4) proses
transformasi pengalaman yang menghasilkan pengetahuan, skill, dan atttitude.
dan
(5) mengingat
informasi.
Konsep belajar ini relevan dengan pembelajaran
Kewarganegaraan yang lebih menekankan pada ranah afeksi dan
perilaku. Bagaimana cara guru menerapkan konsep belajar ini
dalam realisasi pembelaran di kelas.
Strategi
Pembelajaran IPS
a. Strategi Urutan Penyampaian Suksesif
Jika guru harus manyampaikan materi pembelajaran lebih
daripada satu, maka menurut strategi urutan panyampaian suksesif, sebuah materi
satu demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan
menyajikan materi berikutnya secara mendalam pula. Contoh yang sama, misalnya
guru akan mengajarkan materi nasionalisme. Pertama-tama guru menyajikan
pengertian nasionalisme. Setelah pengertian disajikan, maka makna mendalam, baru
kemudian menyajikan contoh-contoh perilaku yang bersifat cerminan nasionalisme.
b. Strategi Penyampaian Fakta
Jika guru harus manyajikan materi pembelajaran termasuk
jenis fakta (nama-nama benda, nama tempat, peristiwa sejarah, nama orang, nama
lambang atau simbol, dsb.) strategi yang tepat untuk mengajarkan materi
tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, sajikan materi fakta dengan lisan,
tulisan, atau gambar. Kemudian berikan bantuan kepada siswa untuk menghafal.
Bantuan diberikan dalam bentuk penyampaian secara bermakna, menggunakan jembatan
ingatan, jembatan keledai, dan asosiasi berpasangan. Contoh: dengan menggunakan
jembatan keledai (mnemonics) yaitu LEMHANNAS dan IPOLEKSOSBUDHANKAMNAS.
c. Strategi Penyampaian Konsep
Materi pembelajaran jenis konsep adalah materi berupa
definisi atau pengertian. Tujuan mempelajari konsep adalah agar siswa paham,
dapat menunjukkan ciri-ciri, unsur, membedakan, membandingkan,
menggeneralisasi, dsb. Langkah-langkah mengajarkan konsep:
(1) menyajikan
konsep,
(2) pemberian bantuan
(berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh),
(3) pemberian
latihan (exercise) misalnya berupa tugas untuk mencari contoh lain,
(4) pemberian
umpan balik, dan
(5) pemberian
tes.
Contoh:
Penyajian Konsep Budaya
Langkah 1: Penyajian konsep
Langkah 2: Pemberian bantuan
Pertama siswa dibantu untuk menghafal konsep dengan
kalimat sendiri, tidak harus hafal verbal terhadap konsep yang dipelajari
(dalam hal ini Pasal tentang keterwakilan politik perempuan).
Langkah 3: Umpan balik
Berikan umpan balik atau informasi apakah siswa benar
atau salah dalam memberikan contoh. Jika benar berikan konfirmasi, jika salah
berikan koreksi atau pembetulan.
Langkah 4: Tes Berikan tes untuk menilai apakah siswa
benar-benar telah paham terhadap materi pelestarian budaya daerah. Soal tes
hendaknya berbeda dengan contoh kasus yang telah diberikan pada saat
penyampaian konsep dan soal la-tihan untuk menghindari siswa
hanya hafal tetapi tidak paham.
d. Strategi Penyampaian Materi Pembelajaran Prinsip
Yang termasuk materi pembelajaran jenis prinsip adalah
dalil, rumus, okum (law), postulat, dan teori. Langkah-langkah
mengajarkan atau menyampaikan materi pembelajaran jenis prinsip adalah:
(a) sajikan
prinsip oleh siswa hasil penelusuran di perpustakaan lewat penugasan,
(b) berikan
bantuan berupa contoh penerapan prinsip dalam kehidupan sehari-hari,
(c) berikan
soal-soal latihan,
(d) berikan umpan
balik, dan
(e) berikan
tes atau penilaian praktek.
Contoh:
Langkah 1: Sajikan teori
Langkah 2: Memberikan bantuan
Langkah 3: Memberikan umpan balik
Beritahukan kepada siswa apakah jawaban mereka betul atau
salah. Jika betul berikan penguatan atau konfirmasi. Misalnya, “Ya jawabanmu betul”.
Jika salah berikan koreksi atau pembetulan.
Langkah 4: Berikan tes
e. Strategi Penyampaian Prosedur
Tujuan mempelajari prosedur adalah agar siswa dapat
melakukan atau mempraktekkan prosedur tersebut, bukan sekedar paham atau hafal.
Termasuk materi pembelajaran jenis prosedur adalah langkah-langkah mengerjakan suatu
tugas secara urut. Misalnya langkah-langkah mencoblosan tanda gambar dalam
Pemilu Presiden Langsung 5 Juli 2004.
Langkah-langkah mengajarkan prosedur meliputi:
(a) Menyajikan
prosedur
(b) Pemberian
bantuan dengan jalan mendemonstrasikan bagaimana cara melaksanakan prosedur
(c) Memberikan
latihan (praktik)
(d) Memberikan
umpan balik
(e) Memberikan
tes.
Contoh:
Prosedur menelpon di telpon umum koin. Langkah-langkah
mengajarkan prosedur:
Langkah 1: Menyajikan prosedur Sajikan langkah-langkah
atau prosedur menelpon dengan menggunakan bagan arus (flow chart)
Langkah 2: Memberikan bantuan Beri bantuan agar murid
hafal, paham, dan dapat menelpon dengan jalan mendemonstrasikan cara menelpon.
Langkah 3: Pemberian latihan Tugasi siswa paraktek
berlatih cara menelpon.
Langkah 4: Pemberian umpan balik. Beritahukan apakah yang
dilakukan siswa dalam praktek sudah betul atau salah. Beri
konfirmasi jika betul, dan koreksi jika salah.
Langkah 5: Pemberian tes Berikan tes dalam bentuk “do
it test”, artinya siswa disuruh praktek, lalu diamati.
f. Strategi Mengajarkan/Menyampaikan Materi Aspek Sikap
(Afektif)
Termasuk materi pembelajaran aspek sikap (afektif) adalah
pemberian respon, penerimaan suatu nilai, internalisasi, dan
penilaian. Beberapa strategi mengajarkan materi aspek
sikap antara lain: penciptaan kondisi, pemodelan atau contoh,
demonstrasi, simulasi, penyampaian ajaran atau dogma.
Contoh:
Penciptaan kondisi. Agar memiliki
sikap disiplin dalam berlalu lintas, di jalan dibuat ramburambu lalu
lintas. Pemodelan atau contoh: Disajikan contoh atau model seseorang baik nyata
atau fiktif yang perilakunya diidolakan oleh siswa. Misalnya tokoh
agama atau tokoh nasional yang menjadi idola anak.
Dasar pertimbangan pemilihan metode adalah:
(a) ompetensi
yang akan dicapai,
(b) isi
pembelajaran,
(c) waktu dan
siswa,
(d) fasilitas
yang tersedia,
(e) kemampuan
guru,
(f) kemampuan
yang akan dicapai pengetahuan, keterampilan, sikap dan
perilaku.
Fungsi Metode Pembelajaran adalah:
1) menentukan
belajar dan pembelajaran,
2) meningkatkan
minat dan perhatian,
3) menciptakan
peluang interaksi,
4) penciptaan
iklim belajar,
5) proses
perubahan.
Ada beberapa macam metode yang biasa digunakan dalam
proses pembelajaran, namun untuk kepentingan ini akan dipilih
metode yang penting dan diasumsikan belum tersosialisasikan
secara efektif, yaitu:
1. simulasi,
2. role playing,
3. inquiri,
4. penemuan (discovery),
5. pemecahan masalah,
6. karyawisata,
7. peta
konsep,
8. pe-nugasan
(resitasi),
9. diskusi,
10. ceramah,
11. tanya jawab, dan
12. kooperatif (cooperative
learning).
Teknik Pembelajaran IPS
1) Teknik Resolusi Konflik
Teknik Resolusi Konflik (TRK), dalam National
Commission of Social Studies (NCSS) di USA dalam Sudiatmaka (2003: 4)
mendefinisikan TRK sebagai “the teaching and learning of Civic Education in the
context of real societies “ (NCSS, 2000). NCSS mengajukan 10
(sepuluh) ciri dalam konteks pembelajaran yaitu:
1) siswa
mengidentifikasikan masalah-masalah sosialbudaya kemasyarakatan di
daerahnya masing-masing yang ada kaitannya dengan kehidupan
masyarakat;
2) pelibatan
siswa secara aktif dalam mencari dan memformulasikan informasi yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang ada di lingkungan sosial
masyarakatnya;
3) menggunakan
media elektronik dan media masa lokal, regional, dan nasional untuk memperoleh informasi
yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial dan budaya masyarakat;
4) memfokuskan
pengaruh informasi tentang sosialbudaya kepada siswa;
5) perluasan
batas dan waktu pembelajaran siswa yang melampaui batas-batas kelas dan
lingkungan sekolah;
6) berorientasi
bahwa materi pelajaran bukan sebatas fakta, konsep, dan generalisasi yang harus
dikuasai oleh siswa melainkan sebuah kompetensi dasar berkehidupan;
7) menekankan
pada keterampilan proses yang dapat digunakan oleh siswa untuk memecahkan
masalah sosial-budaya dalam kehidupan sehari-hari;
8) memberi
kesempatan yang optimal kepada siswa untuk memerankan dirinya sebagai warga
masyarakat, pemimpin, negara, dan bangsa bilamana telah mampu mengidentifikasi
isu-isu sosial dan budaya yang dihadapinya;
9) menekankan
pada otonomi siswa dalam proses pembelajaran dalam kapasitasnya sebagai
individu (personal ability) maupun kelompok (group abilities);
dan
10) menekankan
pada kemampuan dan keterampilan identifikasi siswa terhadap konflik
sosial-kemasyarakatan dalam kehidupan di masa mendatang (future life) serta
mampu merancang dan mengambil tindakan yang akurat. Prosedur
Pembelajaran metode resolusi konflik.
Teknik Pemecahan Masalah
Pembelajaran melalui pemecahan masalah terdiri atas lima
langkah (Ha-mid Hasan, 1996), yaitu:
1) identifikasi
masalah,
2) pengembangan
alterna-tif,
3) pengumpulan
data untuk menguji alternatif,
4) pengujian
alternatif, dan
5) pengambilan
keputusan.
Isu Kontroversial, Muessing (1975: 4) me-ngatakan isu
kontroversial dengan kalimat “sesuatu yang mudah diterima oleh seseorang atau
kelompok, tetapi juga mudah ditolak oleh orang atau kelompok lain”. Hal-hal
yang harus diperhatikan guru dalam memilih metode isu kontroversial:
a. isu
kontroversial tidak boleh menimbulkan pertentangan suku, agama dan ras;
b. dekat
dengan kehidupan siswa masa kini;
c. sesuatu
yang sudah menjadi milik masyarakat;
d. berkenaan
dengan masalah setempat, nasional maupun internasional.
3) Teknik Studi Kasus
Pembelajaran dengan studi kasus menghendaki partisipasi
aktif siswa dalam proses berpikir menghadapi kasus. Dalam
pembelajaran dengan kasus langkah-langkah berikut ini dapat dilakukan
(Hamid Hasan: 1996):
a. menentukan
pokok/sub pokok bahasan,
b. mengembangkan
bahan pelajaran,
c. mengembangkan
kasus,
d. merencanakan
proses, dan
e. melaksanakan
penilaian
Dalam pembelajaran IPS semua metode tersebut bisa
digunakan baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan atau variasi dari
dua atau tiga metode tersebut. Selain harus menguasai metode
pembelajaran, dalam pembelajaran PKN dan IPS, guru juga perlu
menguasasi teknik atau keterampilan yang kerap digunakan
dalam pembelajaran. Beberapa teknik atau keterampilan tersebut, seperti
yang dikatakan Hasibuan (2004), adalah:
a. keterampilan
membuka dan menutup pelajaran,
b. keterampilan
bertanya,
c. keterampilan
memberi penguatan,
d. keterampilan
menjelaskan,
e. keterampilan
menggunakan variasi,
f.
keterampilan mengajar kelompok kecil dan
perorangan,
g. keterampilan
mengelola kelas, dan
h. keterampilan
membimbing diskusi.
Pendekatan Pembelajaran
Metode pembelajaran terkait erat dengan pendekatan
pembelajaran yang digunakan untuk itu dalam uraiannya sulit dipisahkan. Pendekatan
Pembelajaran dalam mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya
dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan
meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia.
Pendekatan belajar kontekstual dapat diwujudkan antara lain dengan
metode-metode:
a. kooperatif,
b. penemuan,
c. inkuiri,
d. interaktif,
e. eksploratif,
f.
berpikir kritis, dan
g. pemecahan
masalah.
Metode-metode pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan
secara bervariasi di dalam atau di luar kelas dengan memperhatikan ketersediaan
sumbersumber belajar. Guru dengan persetujuan kepala sekolah selain dapat
membawa siswa menemui tokoh masyarakat dan pejabat setempat, juga dapat
mengundang tokoh masyarakat dan pejabat setempat ke sekolah untuk memberikan informasi
yang relevan dengan materi yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar